Telah menjadi kepakatan ulama ahlus sunnah wal jama’ah bahwa
do’a sampai kepada orang mati dan memberikan manfaat bagi orang mati. Begitu
banyak dalil yang menguatkan hal ini. Diantaranya dalil yang menunjukkan hal
tersebut adalah sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’alaa telah berfirman :
والذين جاءوا من بعدهم يقولون ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين
سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رءوف رحيم
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Anshar), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami,
Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Hasyr 59
; 10)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’alaa memberitahukan
bahwa orang-orang yang datang setelah para sahabat Muhajirin maupun Anshar
mendo’akan dan memohonkan ampun untuk saudara-saudaranya yang beriman yang
telah (wafat) mendahului mereka sampai hari qiamat. [1] Mereka yang dimaksudkan
adalah para tabi’in dimana mereka datang setelah masa para sahabat, mereka
berdoa untuk diri mereka sendiri dan untuk saudara mukminnya serta memohon
ampun untuk mereka. [2]
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa)
orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan” (QS. Muhammad 47 : 19)
Ayat ini mengisyaratkan bermanfaatnya do’a atau permohonan
ampun oleh yang hidup kepada orang yang meninggal dunia. Serta perintah untuk
memohonkan ampunan bagi orang-orang mukmin.
رب اغفر لي ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين والمؤمنات
ولا تزد الظالمين إلا تبارا
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke
rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.
Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain
kebinasaan”. (QS. Nuh 71 : 28)
Allah Subhanahu wa Ta’alaa juga berfirman :
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ
“dan mendo'alah untuk mereka, sesungguhnya do'a kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka” (QS. at-Taubah : 104)
Frasa “shalli ‘alayhim” maksudnya adalah berdolah dan mohon
ampulan untuk mereka, [3] ini menunjukkan bahwa do’a bermanfaat kepada orang
lain.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم كلما كان ليلتها من رسول
الله صلى الله عليه وسلم يخرج من آخر الليل إلى البقيع فيقول السلام عليكم دار قوم
مؤمنين وأتاكم ما توعدون غدا مؤجلون وإنا إن شاء الله بكم لاحقون اللهم اغفر لأهل
بقيع الغرقد.
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pada malam hari
yaitu keluar pada akhir malam ke pekuburan Baqi’, kemudian Rasulullah
mengucapkan “Assalamu’alaykum dar qaumin mu’minin wa ataakum ma tu’aduwna
ghadan muajjaluwna wa innaa InsyaAllahu bikum laa hiquwn, Allahummaghfir
lil-Ahli Baqi al-Gharqad”. [4]
Ini salah satu ayat dan hadits yang menyatakan bahwa
mendo’akan orang mati adalah masyru’ (perkara yang disyariatkan), dan
menganjurkan kaum muslimin agar mendo’akan saudara muslimnya yang telah
meninggal dunia. Banyak-ayat-ayat
serupa dan hadits-hadits yang menunjukkan hal itu.
‘Ulama besar
madzhab Syafi’iyah yaitu al-Imam an-Nawawi dalam al-Adzkar menyebutkan :
بابُ ما ينفعُ الميّتَ من قَوْل غيره : أجمع العلماء على أن الدعاء للأموات ينفعهم ويَصلُهم. واحتجّوا بقول اللّه تعالى: {وَالَّذِينَ جاؤوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنا اغْفِرْ لَنا ولإِخْوَانِنا الَّذين سَبَقُونا بالإِيمَانِ} وغير ذلك من الآيات المشهورة بمعناها، وفي الأحاديث المشهورة كقوله صلى اللّه عليه وسلم: "اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأهْلِ بَقِيعِ الغَرْقَدِ" وكقوله صلى اللّه عليه وسلم: "اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنا وَمَيِّتِنَا" وغير ذلك.
“Bab perkataan
dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi mayyit : ‘Ulama telah ber-ijma’ (bersepakat ) bahwa do’a untuk orang
meninggal dunia bermanfaat dan pahalanya sampai kepada mereka. Dan ‘Ulama’
berhujjah dengan firman Allah : {“Dan orang-orang
yang datang sesudah mereka, mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah
kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami
(59:10)”}, dan ayat-ayat lainnya yang maknanya masyhur, serta dengan
hadits-hadits masyhur seperti do’a Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam “ya Allah
berikanlah ampunan kepada ahli pekuburan Baqi al-Gharqad”, juga do’a : “ya
Allah berikanlah Ampunan kepada yang masih hidup dan sudah meninggal diantara
kami”, dan hadits- yang lainnya.” [5]
Didalam Minhajuth
Thalibin :
وتنفع الميت صدقة ودعاء من وارث وأجنبي.
“dan memberikan
manfaat kepada mayyit berupa shadaqah juga do’a dari ahli waris dan orang lain”
[6]
Imam al-Mufassir
Ibnu Katsir asy-Syafi’i terkait do’a dan shadaqah juga menyatakan sampai.
فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما، ومنصوص من الشارع عليهما
“Adapun do’a dan
shadaqah, maka pada yang demikian ulama telah sepakat atas sampainya pahala
keduanya, dan telah ada nas-nas dari syariat atas keduanya”. [7]
Syaikh an-Nawawi
al-Bantani (Sayyid ‘Ulama Hijaz) didalam Nihayatuz Zain :
وَالدُّعَاء ينفع الْمَيِّت وَهُوَ عقب الْقِرَاءَة أقرب للإجابة
“dan do’a
memberikan manfaat bagi mayyit, sedangkan do’a yang mengiringi pembacaan
al-Qur‘an lebih dekat di ijabah”.[8]
Syaikh
al-‘Allamah Zainudddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari didalam Fathul Mu’in :
وتنفع ميتا من وارث وغيره صدقة عنه ومنها وقف لمصحف وغيره وبناء مسجد وحفر بئر وغرس شجر منه في حياته أو من غيره عنه بعد موته. ودعاء له إجماعا وصح في الخبر أن الله تعالى يرفع درجة العبد في الجنة باستغفار ولده له وقوله تعالى: {وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى} عام مخصوص بذلك وقيل منسوخ.
“dan memberikan manfaat bagi mayyit dari ahli
waris atau orang lain berupa shadaqah darinya, diantara contohnya adalah
mewaqafkan mushhaf dan yang lainnya, membangun masjid, sumur dan menanam pohon
pada masa dia masih hidup atau dari orang lain yang dilakukan untuknya setelah
kematiannya, dan do’a juga bermanfaat bagi orag mati berdasarkan ijma’, dan
telah shahih khabar bahwa Allah Ta’alaa mengangkat derajat seorang hamba di
surga dengan istighafar (permohonan ampun) putranya untuknya [9]. dan tentang
firman Allah {wa an laysa lil-insaani ilaa maa sa’aa} adalah ‘amun makhsush
dengan hal itu, bahkan dikatakan mansukh”. [10]
Sayyid al-Bakri
Syatha ad-Dimyathi didalam I’anatuth Thalibin :
(قوله: ودعاء) معطوف على صدقة، أي وينفعه أيضا دعاء له من وارث وغيره،
“Frasa (do’a) ma’thuf atas lafadz shadaqah,
yakni do’a juga memberikan manfaat bagi orang mati baik dari ahli waris atau
orang lain”.[11]
Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshari didalam Fathul
Wahab :
" وينفعه " أي الميت من وارث وغيره " صدقة
ودعاء " بالإجماع وغيره وأما قوله تعالى: {وأن ليس للإنسان إلا ما سعى} فعام مخصوص بذلك وقيل منسوخ وكما ينتفع الميت
بذلك ينتفع به المتصدق والداعي
“dan memberikan manfaat bagi orang mati baik dari ahli waris
atau orang lain berupa shadaqah dan do’a berdasarkan ijma’ dan hujjah lainnnya,
adapun firman Allah {wa an laysa lil-insaani ilaa maa sa’aa} adalah ‘amun
makhshush dengan hal itu bahkan dikatakan mansukh, sebagaimana itu bermanfaat
bagi mayyit juga bermanfaat bagi person yang bershadaqah dan yang berdo’a”.[12]
Imam Ibnu Hajar al-Haitami didalam Tuhfatul Muhtaj :
(وينفع الميت صدقة) عنه ومنها وقف لمصحف وغيره وحفر بئر وغرس
شجر منه في حياته أو من غيره عنه بعد موته (ودعاء) له (من وارث وأجنبي) إجماعا وصح
في الخبر: «إن الله تعالى يرفع درجة العبد في الجنة باستغفار ولده له» وهما مخصصان
وقيل ناسخان لقوله تعالى {وأن ليس للإنسان إلا ما سعى} [النجم: 39] إن أريد ظاهره
وإلا فقد أكثروا في تأويله، ومنه أنه محمول على الكافر أو أن معناه لا حق له إلا
فيما سعى، وأما ما فعل عنه فهو محض فضل لا حق له فيه
“dan memberikan manfaat kepada mayyit berupa shadaqah
darinya, seperti mewaqafkan mushhaf dan yang lainnya, menggali sumur dan
menanam pohon pada masa hidupnya atau dari orang lain untuknya setelah
kematiannya, dan do’a juga bermanfaat bagi orang mati baik berasal dari ahli
waris atau orang lain berdasarkan ijma’ dan telah shahih didalam khabar
bahwasanya Allah mengangkat derajat seorang hamba didalam surga dengan
istighafar anaknya untuknya, keduanya (ijma’ dan khabar) merupakan pengkhusus,
bahkan dikatakan sebagai penasikh untuk firman Allah {wa an laysa lil-insaani
ilaa ma sa’aa} jika menginginkan dhahirnya, namun jika tidak maka kebanyakan
ulama menta’wilnya, diantaranya itu dibawa atas pengertian kepada orang kafir
atau maknanya tidak ada haq baginya kecuali pada perkara yang diusahakannya”.
[13]
Imam Syamsuddin al-Khathib as-Sarbiniy didalam Mughni :
ثم شرع فيما ينفع الميت فقال (وتنفع الميت صدقة) عنه، ووقف،
وبناء مسجد، وحفر بئر ونحو ذلك (ودعاء) له (من وارث وأجنبي) كما ينفعه ما فعله من
ذلك في حياته
“kemudian
disyariatkan tentang perkara yang bermanfaat bagi mayyit, maka kemudian ia
berkata (dan bermanfaat bagi mayyit berupa shadaqah) darinya, waqaf, membangun
masjid, menggali sumur dan seumpamanya, (juga bermanfaat berupa do’a) untuknya
(baik dari ahli waris atau orang lain) sebagaimana bermanfaatnya perkara yang
ia kerjakan pada masa hidupnya”. [14]
Al-‘Allamah Muhammad az-Zuhri al-Ghamrawi didalam
As-Siraajul Wahaj :
وتنفع الميت صدقة عنه ووقف مثلا ودعاء من وارث وأجنبي كما
ينفعه ما فعله من ذلك في حياته ولا ينفعه غير ذلك من صلاة وقراءة ولكن المتأخرون
على نفع قراءة القرآن وينبغي أن يقول اللهم أوصل ثواب ما قرأناه لفلان بل هذا لا
يختص بالقراءة فكل أعمال الخير يجوز أن يسأل الله أن يجعل مثل ثوابها للميت فان
المتصدق عن الميت لا ينقص من أجره شيء
“dan shadaqah darinya
bisa memberikan manfaat bagi mayyit seumpama mewaqafkan sesuatu, juga do’a dari
ahli waris atau orang lain sebagaimana bermanfaatnya sesuatu yang itu ia
lakukan pada masa hidupnya dan tidak memberikan manfaat berupa shalat dan
pembacaan al-Qur’an akan tetapi ulama mutaakhirin berpendapat atas
bermanfaatnya pembacaan al-Qur’an, dan sepatutrnya mengucapakan : “ya Allah
sampaikan apa apa yang kami baca untuk fulan”, bahkan ini tidak khusus untuk
qira’ah saja tetapi juga seluruh amal kebaikan boleh untuk memohon kepada Allah
agar menjadikan pahalanya untuk mayyit, sungguh orang yang bershadaqah untuk
mayyit tidak mengurangi pahalanya dirinya”.[15]
Al-‘Allamah Syaikh Sulaiman al-Jamal didalam Futuhat
al-Wahab :
قوله: وينفعه صدقة) ومنها وقف لمصحف وغيره وحفر بئر وغرس شجرة
منه في حياته، أو من غيره عنه بعد موته ودعاء له من وارث وأجنبي إجماعا
“(frasa bermanfaatnya
shadaqah) diantaranya yakni waqaf untuk mushhaf dan yang lainnya, menggali
sumur dan menanam pohon darinya pada masa hidupnya atau dari orang lain
untuknya setelah kematiannya, dan do’a untuknya dari ahli waris dan orang lain
berdasarkan ijma’”.[16]
Masih banyak lagi pertanyaan ulama-ulama Syafi’iyah yang
termaktub didalam kitab-kitab mereka. Oeh karena itu dapat disimpulkan bahwa
do’a jelas sampai dan memberikan kepada orang mati dan ulama telah berijma’
tentang ini. Artinya dari sini, mayyit bisa memperoleh manfaat dari amal orang
lain berupa do’a. Ini adalah amal baik dan penuh kasih sayang terhadap saudara
muslimnya yang telah meninggal dunia, dan telah menjadi kebiasaan kaum muslimin
terutama yang bermandzhab syafi’i baik di Indonesia yang lainnya, yang
dikemas dalam kegiatan tahlilan.
CATATAN KAKI :
[1] Lihat : Tafsirul Jalalain karya al-Hafidz Jalaluddin
as-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli (asy-Syafi’i).
[2] Lihat : Tafsir Ma’alimut Tanzil lil-Imam al-Baghawi
asy-Syafi’i (w. 516 H).
[3] Lihat ; Ibid. “Ash-Shalah” menurut bahasa adalah do’a.
Frasa “sakanun lahum” yaitu sesunguhnya do’amu sebagai rahmat bagi mereka, ini
qaul Ibnu ‘Abbas. ; Juga didalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhiim, Ibnu Katsir.
[4] Shahih Muslim no. 1618 ; Sunan an-Nasa’i no. 2012 ;
Assunanul Kubra lil-Imam al-Baihaqiy (4/79) ; Musnad Abu Ya’la no. 4635 ;
Shahih Ibnu Hibban no. 3239 ;
[5] Lihat Al-Adzkar li-Syaikhil Islam al-Imam an-Nawawi hal.
150.
[6] Lihat ; Minhajuth Thalibin lil-Imam an-Nawawi [hal.
193].
[7] Lihat ; Tafsirul Qur’an al-‘Adzhim li-Ibni Katsir
(7/465).
[8] Lihat : Niyahatuz Zain fiy Irsyadil Mubtadi-in
lil-Syaikh Ibnu ‘Umar an-Nawawi al-Jawi [hal. 162]
[9] Haditsnya terdapat dalam Shahih Muslim (1631), Ibnu
Majah [3660], Musnad Ahmad [8540] dan ad-Darimi [3464].
[10] Lihat : Fathul Mu’in bisyarhi Qurrati ‘Ain, al-‘Allamah
Zainuddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari [hal. 431].
[11] Lihat : I’anatuth Thalibin li-Sayyid al-Bakri Syatha
ad-Dimyathi [3/256].
[12] Lihat : Fathul Wahab bisyarhi Minhajith Thullab
lil-Imam Zakariyya al-Anshari [w. 926 H] (2/23).
[13] Lihat : Tuhfatul Muhtaj fiy Syarhi al-Minhaj lil-Imam
Ibnu Hajar al-Haitami [7/72].
[14] Lihat : Mughni al-Muhtaj, Imam Syamsuddin al-Khatib
as-Sarbini [4/110].
[15] Lihat : as-Sirajul Wahaj ‘alaa Matni al-Minhaj
lil-‘Allamah Muhammad az-Zuhri [1/344]
[16] Lihat : Futuhatul Wahab lil-Imam Sulaiman al-Jamal
(Hasyiyatul Jamal) [4/67].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar